Minggu, 28 April 2019

Candrasengkala punden maguhan


Istilah PBLK (bukan nama partai lo) ialah postingan lama beredar kembali. Setelah salah seorang teman dari komunitas D'Traveler blitar menanyakan pembacaan tentang inskripsi sebuah punden di blitar. Karena dulu cuma posting di facebook bukan di blog seperti ini.


Teringat canda tawa waktu itu dengan mas ferry riyandika dari komunitas BALETAR, beliau mengatakan bahwa ada beberapa inskripsi yang pernah dibaca oleh Profesor Arlo. Salah satunya punden maguhan.


Punden Maguhan / makam Mbah Maguto. terletak di Kel. Satreyan, Kanigoro, Blitar.
Yang terdapat sebuah inskripsi yang digunakan sebagai nisan makam.


Menurut Profesor Arlo, Inskripsi pada punden maguhan ditulis dalam aksara Kawi yang berbunyi.
@ banyu gunung śūnya wwang @manra ho.


Dibantu mas ady, yaitu temen satu komunitas dari Asta gayatri dalam proses pengartian bahasa sansekerta.
banyu berarti air
gunung berarti gunung
śūnya berarti kosong
wwang berarti manusia
Sedangkan manra ho kami simpulkan sebagai nama orang. Karena tidak ada dalam kamus.

Sudah dijelaskan pada postingan CANDRASENGKALA mengenai watak.
Bahwa :
Air mempunyai watak 4
Gunung mempunyai watak 7
Kosong mempunyai watak 0
Manusia mempunyai watak 1

Sehingga bila disimpulkan membentuk angka tahun 1074 Saka/ 1152 Masehi.
Karena pembacaan candrasengkala (bukan surya sengkala) memang harus dibalik.

Dengan demikian, berdasarkan candrasengkala tersebut sudah dapat disimpulkan bahwa batu tersebut adalah peninggalan Maharaja Jayabhaya. Raja Kediri yang memerintah sekitar tahun 1135-1157 masehi.

Sabtu, 27 April 2019

Aksara kuadrat pelemahan


Masih meneruskan perjalanan mancari genuk atau gentong. Kali ini saya menuju kecamatan pelemahan kabupaten kediri. Menurut info sang master mblusuk, kang widjatmikoAP. ada sebuah genuk beraksara kuadrat.


Butuh waktu dua hari untuk mencari genuk ini. Hingga akhirnya menyerahlah jugalah saya dan langsung kontak ke komunitas terkait.
Menurut pemaparan kang Novi BMW selaku kepala komunitas terkait yaitu PASAK, memang ada sebuah gentong berinskripsi namun belum terbaca. Pada akhirnya beliau menunjukkan letak gentong tersebut.



Serasa melayang diatas awan karena senangnya bukan main.
Akhirny yang dicari ketemu. Yaitu sebuah gentong beraksara kuadrat dengan ukuran yang sangat besar. Diameter tengahnya sajakurang lebih satu meter.


Tanpa pikir panjang untuk aksara ke 1, 2, 3 dan 5 bisa terbaca. Namun masih ragu untuk aksara ke empat. Antara sandangan dan pasangan. Dibantu teman dari komunitas baletar yang menghubungkan dengan guru jawa kuno, akhirny keraguan saya ternyata untuk aksara ke empat adalah aksara bersandangan.
Dan pembacaannya adalah TAPI SUKUL
Masih dibantu oleh sang baletar juga dalam pengartian bahasa sansekertanya. Berhubung beliau juga punya kamus tentang alih bahasa sansekerta.


Kata tapi dalam kamus berarti pertapa perempuan.
Sedangkan kata sukul adalah nama seseorang di era itu.
Bisa disimpulkan bahwa kata TAPI SUKUL berarti Pendeta perempuan yang bernama sukul.


Minggu, 07 April 2019

Situs kuningan Kanigoro


Terdapat sejumlah elemen candi yang berupa batu andesit berbentuk persegi, dhorpel, umpak, Batu Dakon tampak ditata memanjang sejauh kurang lebih 100 meter, yang menghubungkan bangunan Masjid (imaman/ mimbar) dengan mata air atau sumber.
Berada di Desa Kuningan di halaman sebuah masjid yang bernama Masjid Nurul Huda. PETA LOKASI





UMPAK DENGAN BEKAS GURATAN




DHORPEL

Pada salah satu batu andesit yang menurut saya sebuah ambang pintu terdapat aksara jawa kuno.
Yang menurut pembacaan komunitas kami, adalah sebuah sengkalan atau candrasengkala juga bisa diartikan angka tahun caka.


Pembacaan oleh ASTA GAYATRI :
Baris pertama PAYAGANA
Baris kedua KAYAHALA

Dan diartikan oleh BALETAR / FERRY RIYANDIKA :
Paya adalah  jenis tumbuhan ( pahit seperti pare)
Gana adalah pasukan ganesha
Kaya adalah seperti
Hala adalah sifat makluk hudup

Dimana di postingan sudah dijelaskan tentang WATAK CANDRASENGKALA

Paya = angka 6
Gana = angka 6
Kaya = angka 3
Hala = angka 1
Bila di caka kan harus dibalik. Yaitu 1366 caka atau 1444 masehi
Yang menyimpulkan era kerajaan majapahit masa pemerintahan ratu suhita, yaitu raja / ratu ke enam.

Menurut penuturan salah seorang warga yang rumahnya di timur Masjid, batu ini duluny tidak seperti ini tatananya.
Namun tidak tau kenapa oleh pemilik masjid ditata sedemikian rupa. Dan menurutnya juga masih ada lagi batu beraksara namun letaknya berada di bawah lorong rumah panggung yang sempit.
Akan tetapi setelah saya raba raba dan blusuk i, tidak ada batu yang dimaksud.
Memang ada beberapa batu persegi, beberapa umpak  namun tidak ada aksarany.
Dan menariknya juga terdapat sebuah pilar dari batu yang terdapat disebuah lorong rumah panggung tersebut.


RUMAH PANGGUNG


UMPAK BAWAH RUMAH PANGGUNG


UMPAK BAWAH RUMAH PANGGUNG


TIANG DARI BARU

Pada halaman belakang rumah panggung juga terdapat juga Dhorpel.


Dari sini dapat disimpulkan. Bahwa masjid ini dulunya bangunan era klasik yang besar. Tak jauh dari lokasi ini, juga terdapat sebuah yoni dan umpak di sebuah danyangan atau pundhen desa twrsebut. Ialah makam MBAH KUNING & MBOK GADUNG MELATI ALIAS Ki Ageng Kuning. Dokumen blusuk tahun 2013 silam. Maklum, hp belum android. Jadi kamera masih nganu.. 






Dari danyangan diatas, dengan bergerak menuju ke arah timur laut masih terdapat sebuah yoni di kebun milik warga. Warga menyebutnya dengam nama mbah kotak. Namun sayang, cerat pada yoni juga patah. Menurut warga, dulu juga ada patung gajah (ganesha) namun sudah dihancurkan karena lingkungan pondok. Saya menyimpulkan bahwa yoni ini dulunya digunakan sebagai lapik arca ganesha. Bersebelahan dengan yoni tersebut juga berceceran batu bata kuno.






Cuption....

Kamu adalah narkoba bagiku.
Satu menit tidak bertemu denganmu, terasa seperti setahun. Namun ketika bersamamu, semua terasa begitu cepat.
Jarum detik, menit, jam seakan berputar dengan kebahagiaan yang menyelimutiku.
Lucu, bukan?
Bagaimana cinta bisa mengubah waktu hal yang paling pasti di dunia ini menjadi hal yang sangat tidak pasti dan terasa membingungkan.
Satu detik ibarat setahun. Satu jam bagaikan sedetik. Karena satu hal: cinta.