Sabtu, 23 November 2019

Situs kandangan kediri










Jayabhaya episode #¹



Tidak seperti biasanya, situs lama yang saya posting. Kali ini saya posting diantara salah satu situs terbaru yang saya kunjungi. Namun kali ini saya tidak sendirian, melainkan ditemani seseorang yang juga sudah melalang buana di dunia wisata khususnya wisata air dan gunung. Ialah mas udin, atau terkenal dengan sebutan nidu oke. Berawal dari perjalanan ke mojokerto, saat itu kami hendak menghadir jambore komunitas sejatim. Entah kenapa setelah buang air kecil di toilet sebuah masjid di pare, terbesit untuk blusuk. Tanpa pikir panjang langsung buka hp dan membuka dokumen pribadi. Dan situs kandanganlah yang menjadi pilihan saya.


Terdapat sebuah jobong sumur yang tergeletak di pinggiran pintu masuk sebuah kantoran. Namun sayang sakali, pada bagian bawah jobong sudah di tutup semen dan batu bata. Menurut penduduk sekitar, jobong ini sangaja ditutup guna di buat pot.
Sayang sekali ya...
Pada masa klasik, air bersih diperoleh dengan cara menggali tanah untuk membuat sumur. Bagian tepian sumur diberi penguat yang dibuat dari struktur bata dan tembikar ada juga yang terbuat dari batu sehingga disebut dengan istilah jobong. Kadang-kadang di sekitar permukaan sumur diberi lantai dan saluran air yang terbuka dan ada juga yang tertutup.
Setelah tanah digali sampai kedalaman air tanah yang layak minum, kemudian masing-masing jobong diturunkan satu demi satu menumpuk sampai ke permukaan sumur. Bagian yang garis tengahnya lebih besar terletak di bawah, menutupi bagian yang garis tengahnya lebih kecil.
Selain berfungsi untuk keperluan sehari-hari, air sumur berfungsi juga untuk upacara keagamaan dan pertanian dalam skala yang kecil (misalnya untuk menyirami tanaman ketika kemarau).


Layaknya pada Jobong sumur kandat (klik), Di jobong sumur ini juga terdapat angka tahun. Yaitu 1058 saka atau setara dengan 1136 masehi. Dalam kurun waktu tersebut adalah era kerajaan kediri dengan masa pemerinahan raja jayabhaya.  Salah seorang raja yang sangat terkenal di kalangan umum. Apalagi tentang ramalan - ramalannya yang sering di sebut jangka jayabhaya.


Jayabhaya adalah Raja Kediri yang memerintah sekitar tahun 1135-1157 masehi. Nama gelar lengkapnya adalah Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa.
Pemerintahan Jayabhaya dianggap sebagai masa kejayaan Kediri. Peninggalan sejarahnya berupa prasasti Hantang (1135) masehi, prasasti Talan (1136) masehi, dan prasasti Jepun (1144) masehi, serta Kakawin Bharatayuddha (1157) masehi.
Pada prasasti Hantang, atau biasa juga disebut prasasti Ngantang, terdapat semboyan Panjalu Jayati, yang artinya Kediri menang. Prasasti ini dikeluarkan sebagai piagam pengesahan anugerah untuk penduduk desa Ngantang yang setia pada Kediri selama perang melawan Jenggala.
Dari prasasti tersebut dapat diketahui kalau Jayabhaya adalah raja yang berhasil mengalahkan Janggala dan mempersatukannya kembali dengan Kediri.
Kemenangan Jayabhaya atas Jenggala disimbolkan sebagai kemenangan Pandawa atas Korawa dalam kakawin Bharatayuddha yang digubah oleh empu Sedah dan empu Panuluh tahun 1157.


Prasasti Hantang merupakan salah satu koleksi dari Museum Nasional dengan No. Inventaris D.9. Pada prasasti ini memiliki angka tahun 1057 saka atau setara dengan 1135 M. Di ketahui bahwa prasasti ini di temukan di Desa Ngantang. Pada prasasti hantang ini memiliki keistimewaan tersendiri, yaitu terdapat tulisan dengan huruf kuadrat yang besar dan melintang di tengah cap kerajaan berupa Narasinga yang berbunyi penjalu jayati  (penjalu menang).

Banyak hal yang harus dipelajari dari prasasti ini.

1. Cap NARASINGA
Narasinga adalah awatara (inkarnasi/penjelmaan) Wisnu yang turun ke dunia, berwujud manusia dengan kepala singa, berkuku tajam seperti pedang, dan memiliki banyak tangan yang memegang senjata. Narasinga merupakan simbol dewa pelindung yang melindungi setiap pemuja Wisnu jika terancam bahaya.

Awatara dalam agama Hindu adalah inkarnasi dari Tuhan Yang Maha Esa  ataupun manifestasinya yang turun ke dunia. Guna menyelamatkan dunia dari kehancuran dan kejahatan, menegakkan dharma dan menyelamatkan orang-orang yang melaksanakan Dharma/Kebenaran.

Menurut kitab Purana, pada menjelang akhir zaman Satyayuga (zaman kebenaran), seorang raja asura (raksasa) yang bernama Hiranyakasipu membenci segala sesuatu yang berhubungan dengan Wisnu, dan dia tidak senang apabila di kerajaannya ada orang yang memuja Wisnu. Sebab bertahun-tahun yang lalu, adiknya yang bernama Hiranyaksa dibunuh oleh Waraha, awatara Wisnu.

Agar menjadi sakti, ia melakukan tapa yang sangat berat, dan hanya memusatkan pikirannya pada Dewa Brahma. Setelah Brahma berkenan untuk muncul dan menanyakan permohonannya, Hiranyakasipu meminta agar ia diberi kehidupan abadi, tak akan bisa mati dan tak akan bisa dibunuh. Namun Dewa Brahma menolak, dan menyuruhnya untuk meminta permohonan lain. Akhirnya Hiranyakashipu meminta, bahwa ia tidak akan bisa dibunuh oleh manusia, hewan ataupun dewa, tidak bisa dibunuh pada saat pagi, siang ataupun malam, tidak bisa dibunuh di darat, air, api, ataupun udara, tidak bisa dibunuh di dalam ataupun di luar rumah, dan tidak bisa dibunuh oleh segala macam senjata. Mendengar permohonan tersebut, Dewa Brahma mengabulkannya.

Sementara ia meninggalkan rumahnya untuk memohon berkah, para dewa yang dipimpin oleh Dewa Indra, menyerbu rumahnya. Narada datang untuk menyelamatkan istri Hiranyakasipu yang tak berdosa, bernama Lilawati. Saat Lilawati meninggalkan rumah, anaknya lahir dan diberi nama Prahlada. Anak itu dididik oleh Narada untuk menjadi anak yang budiman, menyuruhnya menjadi pemuja Wisnu, dan menjauhkan diri dari sifat-sifat keraksasaan ayahnya.

Mengetahui para dewa melindungi istrinya, Hiranyakasipu menjadi sangat marah. Ia semakin membenci Dewa Wisnu, dan anaknya sendiri, Prahlada yang kini menjadi pemuja Wisnu. Namun, setiap kali ia membunuh putranya, ia selalu tak pernah berhasil karena dihalangi oleh kekuatan gaib yang merupakan perlindungan dari Dewa Wisnu. Ia kesal karena selalu gagal oleh kekuatan Dewa Wisnu, tetapi ia tidak mampu menyaksikan Dewa Wisnu yang melindungi Prahlada secara langsung. Ia menantang Prahlada untuk menunjukkan Dewa Wisnu. Prahlada menjawab, "Ia ada di mana-mana, Ia ada di sini, dan Ia akan muncul".

Mendengar jawaban itu, ayahnya sangat marah, mengamuk dan menghancurkan pilar rumahnya. Tiba-tiba terdengar suara yang menggemparkan. Pada saat itulah Dewa Wisnu sebagai Narasinga muncul dari pilar yang dihancurkan Hiranyakasipu. Narasinga datang untuk menyelamatkan Prahlada dari amukan ayahnya, sekaligus membunuh Hiranyakasipu. Namun, atas anugerah dari Brahma, Hiranyakasipu tidak bisa mati apabila tidak dibunuh pada waktu, tempat dan kondisi yang tepat. Agar berkah dari Dewa Brahma tidak berlaku, ia memilih wujud sebagai manusia berkepala singa untuk membunuh Hiranyakasipu. Ia juga memilih waktu dan tempat yang tepat. Akhirnya, berkah dari Dewa Brahma tidak berlaku. Narasinga berhasil merobek-robek perut Hiranyakasipu. Akhirnya Hiranyakasipu berhasil dibunuh oleh Narasinga, karena ia dibunuh bukan oleh manusia, binatang, atau dewa. Ia dibunuh bukan pada saat pagi, siang, atau malam, tetapi senja hari. Ia dibunuh bukan di luar atau di dalam rumah. Ia dibunuh bukan di darat, air, api, atau udara, tetapi di pangkuan Narasinga. Ia dibunuh bukan dengan senjata, melainkan dengan kuku.


Lantas, apa maksud dari logo ini?
Nantikan episode selanjutnya.



Caption


Kamis, 14 November 2019

Situs patikreco


Berbekal sebuah data dari belanda yaitu tentang peninggalan era klasik di distrik kalangbret. Dimana data tersebut menjelaskan bahwa terdapat sebuah inskripsi bertulis 1119 caka atau setara dengan 1197 masehi di desa ini. Yang dimana kurun waktu tersebut masuk dalam masa pemerintahan krtajaya alias raja kediri terakhir. Tentunya kalian tak asing dengan nama tersebut. Salah satu raja di era klasik yang memang namanya terkenal sebutan firaunnya indonesia.


Dokumen mblusuk tahun 2018 lalu. Ialah desa jatimulyo kecamatan kauman tulungagung. Sebuah desa yang memiliki peninggalan era klasik dan tersebar dibeberapa titik lokasi.
Yakni Batu gilang (berinskripsi), punden ploso kuning, sekumpulan arca. Namun untuk batu gilang tidak bisa diekspose, karena pagar tinggi dan terkunci.




1. Punden brawijaya
Sebuah punden yang berisikan beberapa makam kuno yang tersusun dari batu bata kuno dan balok batu berbentuk kotak penyusun sebuah candi.
Ada yang menyebut punden brawijaya, ada pula menyebut punden ploso kuning. Menurut orang cari rumput (wong ngarit) dinamakan punden brawijaya karena leluhur desa tersebut (cikal bakal) adalah seorang raja besar. Sempat ramai dan tenar ketika banyak peziarah yang gemar togel sering dapat. Namun tak tau kenapa tiba - tiba menjadi sepi. Mungkin si bandar digrebek. Hehehe



2. Arca jatimulyo
Terdapat lima buah Arca di sebuah taman sekolah dasar, bentuknya menarik, namun tidak ada yang utuh. Arca ini Di letakkan di pelataran sekolah dasar dengan di susun secara berjajar. Menurut Informasi salah satu guru sekolah.
Arca ini Dulunya berada di pinggir jalan di bawah pohon Asam, namun supaya tidak makin rusak maka di aman kan di halaman sekolah dan di semen. Sungguh inisiatif yang patut diacungi jempol. Lima arca tersebut adalah arca ganesha, arca memegang paulus, dua arca ular, dan satu arca mirip kala.



ARCA GANESHA
Secara umum sudah banyak yang tahu dan mengerti bahwa ganesha adalah anak dari siwa dan parwati. Dan perlambang dari dewa ilmu pengetahuan. Namun disini saya sedikit mblawur, karena ditanya seorang teman kenapa ganesha manusia berkepala gajah.
Dalam kisah Siwa Purana dikisahkan, suatu ketika dewi parwati pergi mandi dan tidak ingin diganggu oleh siapapun saat sedang mandi. Maka dia menciptakan seorang anak laki - laki, dan kemudian diperintahkan untuk berjaga agar tidak satupun seseorang masuk ke dalam rumah dan mengganggu parwati mandi.
Namun ketika itu datanglah Dewa siwa yang hendak masuk ke dalam rumah dan Dewa ganesha menghadangnya. Dewa siwa sudah menjelaskan kepada Dewa ganesha bahwa dia adalah suami parwati. Namun karena patuh kepada ibunya dan Dewa Ganesha pun belum tahu sosok Dewa siwa, pada akhirnya Dewa Ganesha tetap berjaga dan melarang Dewa siwa untuk masuk kedalam rumah.
Dewa siwa pun marah dan pertempuran pun terjadi, Dewa ganesha akhirnya terbunuh dan terpenggal oleh Trisula Dewa siwa.
Ketika Dewi parwati selesai mandi dan melihat putranya sudah tidak bernyawa, akhirnya Dewi parwati marah kepada Dewa siwa dan meminta untuk putranya tersebut dihidupkan kembali.
Dewa siwa tersadar akhirnya dia mengabulkan permintaan Dewi parwati.
Atas saran Dewa brahma, beliau mengutus abdinya bernama GANA untuk memenggal kepala makhluk apapun yang menghadap ke utara. Dan ketika turun ke dunia, yang dilihat pertama kali menghadap ke utara oleh GANA adalah GAJAH. Maka ia pun langsung memenggal kepala gajah tersebut utuk menggatikan kepala Dewa Ganesha. Alhasih Dewa ganesha berhasil dihidupkan kembali. Namun tidak berkepala manusia melainkan berkepala Gajah.


Dua buah arca ular
Menurut maha gurem, fungsi arca ular adalah sebagai makara.
Yang kalau di candi biasanya di letakkan di kanan kiri tangga. Dan kalau candi budha di jawa timur, umumnya menggunakan singa atau kilin.




Arca memegang kelamin (phallus)
Phallus merupakan lambang penciptaan manusia ada pula yang berargumen layaknya pak (dwi cahyono). Bahwa arca memegang phallus atau berphallus (bima) sebagai penolak balak.
Nah, inilah bedanya orang zaman dulu dan modern seperti saat ini jika melihat simbol phallus pasti berfikiran ngeres tentang seksualitas. Padahal para arkeolog berpendapat lain. Penis dan vagina adalah simbol yang sakral dan suci (lambang penciptaan manusia), juga melambangkan keberlangsungan hidup antar generasi. Berbeda dengan manusia modern yang cenderung menilai itu sebagai sesuatu yang porno.
Hoe.. Mainkan logika dan nalarmu brow...
Pahami dulu cak...
Bagi saya pribadi, arca tersebut mengandung banyak makna.
Jika orang telah menahami arca ini, maka dirinya akan bersih dari segala kotoran. Yang jelas kotoran hati dan fikiran. Karena dulu, manusia yang hendak beribadah ke candi pasti meninggalkan hal-hal duniawinya, termasuk juga soal seksualitas. Kira - kira kalau kamu beribadah juga seperti itu apa tidak?
Hayo ngaku...



Kurang diketahui untuk arca jenis ini, perlu referensi buku ataupun blusuk ke musium - musium antar kota dalam provinsi.


Dapat disimpulkan bahwa Desa jatimulya dulunya pernah ada bangunan suci. Entah itu candi atau punden berudak. Yang jelas untuk eranya adalah Pangjalu masa pemerintahan krtajaya. Kalaupun candi tersebut di fungsikan sebagai pemujaan dan penolak balak juga sangat mungkin. Tulungagung dikenal sebagai rawa purba, mayoritas bermatapancaharian maritim. Kemudian berpindah ke agraris sebagai petani. Adanya arca twrsebut sebagai penolak hama wereng. Dan masih banyak kemungkinan - kemungkinan yang lainnya. Silahkan berargumen sendiri. Bebas... Asal tidak lepas dari jalur...


Cuption

Rabu, 06 November 2019

Situs Nanggungan Kayen kidul.


Dokumen blusuk februari 2019.
Berada diarea perwahan Kecamatan Kayen kidul Kabupaten kediri.
Terdapat dua buah punden yang menurut saya menarik, karena terdapat peninggalan era klasik yaitu sebuah gentong (genuk) dan sebuah makam yang tersusun dari bata kuno.




Sebuah gentong terdapat dibawah pohon besar. Entah disebut danyangan apa saya lupa.
Menurut salah seorang pamong, gentong ini pernah mau dicuri. Hingga akhirnya di cor semen biar tidak hilang.

Gentong era klasik adal rata - rata terbuat dari batu. Kalo sekarang terbuat dari tanah liat yang dibakar hingga berubah warna menjadi cokelat muda atau cokelat tua. Gentong umumnya berbentuk bulat dan sering digunakan sebagai wadah untuk menyimpan air.

Teringat cerita dari temen komunitas segaligus ketua komunitas PASAK dari kediri kang Novi BMW yaitu tentang gentong (genuk). Genthong di masa klasik banyak ditempatkan didepan rumah rumah warga, juga dipinggir jalan. Bertujuan untuk shodakoh atau sedekah air untuk pedagang jarak jauh, para musafir dll. Ada pula yang di tempatkan di dapur, guna tandon air saat masak. Ada lagi yang di letakkan di dekat bangunan suci (candi, punden berundak, dll), guna bersuci sebelum malakukan pemujaan atau beribadah.




Dengan berjalan kaki kebarat sekitar 50 meter, ditemukan sebuah makam yang tersusun dari batu bata kuno yang disebut - sebut sebagai makam mbah kabul atau mbah lanang (laki -laki). Kalau gentong tadi mbah wedok (putri). Menurut salah seorang pamong, dulu di sekitar situ pernah di temukan pecahan kreweng atau pecahan kendi. Menurut saya pribadi adalah gerabah. Juga pernah di temukan mata uang kuno (gobog).
Dapat disimpulkan bahwa menurut saya pribadi, daerah ini dulunya adalah sebuah pemukiman kuno.
Demikian perjalanan saya di situs nanggungan. Nantikan perjalanan selanjutnya.


Cuption...

Sabtu, 02 November 2019

Situs makam Krecek



Terdapat batu bata kuno dan balok batu andesit yang menyerupai ambang pintu layaknya penyusun bangunan era klasik di pemakaman umum di sebuah desa di kecamatan badas kediri. Sudah pasti, seperti yang kita ketahui. Bahwasannya peninggalan era klasik itu adalah batu bata kuno yang berukuran besar dan panjang.


Tersebar penuh di pemakan ini. Ada yang disusun menjadi (kijingan), ada yang dibuat nisan, dan ada pula yang dibuat pembatas antara makam umum dan makam khusus. Kalau saya bayangkan, dulunya disini pernah berdiri bangunan era klasik yang waw. Apalagi dengan terdapatnya balok batu andesit dengan ukuran panjang kurang lebih hampir satu meteran.




Dan menariknya bagi saya pribadi adalah, blusuk kali ini (doc. Februari 2019) saya tidak sendirian. Akan tetapi di temani sesepuh / ketua dari komunitas Pasak. Ialah seseorang yang terkenal dengan nama Novi BMW. Serasa bernostalgia dengan beliau.

Apakah terbesit di pikiran kalian tentang kata - kata NOSTALGIA?
Begini ceritanya, coretan di blog ini memang saya sengaja skenario seperti ini. Karena saya pribadi ingin menanggapi beberapa pertanyaan yang sering kali muncul tercetus kepada saya. Dan pertanyaan itu adalah.
1. Mas GarudharA, sejak mulai kapan sampean SUKA situs purbakala?
2. Mas GarudharA, dimana pertama kali sampean blusukan?
3. Mas GarudharA, apakah ada seorang tokoh yang mempengaruhi ataupun memotivasi hingga sampean suka?
Jawabannya..
Berawal dari hoby mengoleksi benda - benda bertuah, dan sering kalinya mengunjungi candi - candi di plat AG guna mendapat benda - benda pusaka tersebut. Itu sekitar tahun 2011 an. Tanpa memikirkan resiko dan dampak serta sebab akibatnya.maklum, usia masih labil. Hingga pada akhirnya tahun 2013 kalo (tidak salah), dipertemukanlah diriku dengan kang Novi BMW. Dari awal bertemu beliau, serta mendengar apa yang dibicarakannya tentang sejarah. Entah mengapa diriku menuai ketertarikan akan sejarah hingga perlahan meninggalkan dunia klenik.
Di tahun itu juga, komunitas PASAK sedang melakukan pendataan benda cagar budaya era klasik di kediri. Diajaklah aku sama kang NOVI, dari situlah berbagai ilmu di tularkan sama dia. Tidak pelit ilmu, memiliki dedikasi yang joss, idealis yang top dan semangat yang amazing.
Otak mulai berfikir tentang pelestarian, dan mencari ilmu. Hingga pada akhirnya sering melakukan perjalanan sendiri.
Begitulah ceritanya.
Sebenarnya untuk tokoh lain banyak yang berpengaruh seperti yudi pasak, doni wicaksono, widjatmiko Ap dll. Tapi awal mulanya adalah kang NOVI tersebut.




Tak banyak yang perlu dibahas tentang peninggalan era klasik kali ini. Karena saya hanya ingin menanggapi pertanyaan - pertanyan yang kerap kali muncul. Nantikan perjalanan saya selanjutnya.

Cuption...