Kamis, 26 September 2019

Situs bangsri blitar




Salah satu desa di Kecamatan Nglegok yang juga terdapat peninggalan - peninggalan era klasik. Ialah desa bangsri, sebuah desa yang menyimpan  peninggalan cagar budaya diberbagai penjuru. Diantaranya sebagai berikut :

1. Patirtaan tambakrejo
Sebuah petirtaan tepat dibelakang rumah teman yang juga pemerhati cagar budaya. Dan dia juga hobby menjelajahi alam. Nidu oke adalah namanya. Menurutnya dulu disini terdapat banyak arca. Namun dengan mengatas namakan BPCB, pihak pemilik tanah pun percaya dan merelakan arca - arca tersebut di usung.





Bersama sang master suhu ferry riyandika dari BALETAR, endro dari D'TRAVELERS BLITAR,  eko dari POKDARWIS LAWANG WENTAR, lian dari BALEALIT DAMARWULAN, dika, nidu dan lainnya dari JJT saya mengunjunginya. Pasca pelaporan kepihak terkait. Dan alhamdulillah pihak terkait juga sudah terjun ke lokasi.



Terdiri dari struktur batu bata kuno dan balok batu andesit yang memanjang berbentuk sebuah kolam dan beberapa parit.
Versi pribadi
Petirtaan adalah suatu tempat (bisa juga berupa benda) yang digunakan untuk menyucikan diri yang identik dengan mandi dikalangan kerajaan sebelum memulai upacara keagamaan ataupun berpuasa.
Sebuah tradisi di era klasik, mandi di petirtaan adalah sebuah simbol sekaligus laku untuk membersihkan diri jiwa dan raga. Dan kemudian,suatu tradisi membersihkan diri ini digunakan oleh beberapa agama dan keyakinan dari berbagai tempat. Karena indonesia sendiri kaya akan tradisi dan kebudayaan. Bhineka tunggal ika Tan hana darmma mangrwa.

2. Pesarehan mbah pangeran imam sejati


Banyak orang memiliki argumen bahwasannya makam ini adalah makam waliyullah ataupun makam sanak saudara dari adipati blitar. Bagiku itu tidak masalah, dan tidak salah demi suatu tujuan tertentu. Sembari tidak merusaknya.



Terdiri dari tumpukan bata kuno yang notabene berukuran besar. Menurut cerita dan postingan - postingan di medsos. Dulu waktu renovasi dan membuat parit tepat disamping makam tersebut, pernah di ketemukan sebuah arca ganesha. Namun waktu saya kesini bersama teman - teman komunitas all sejarah di blitar, sudah tidak menemuinya lagi. Ada kabar bahwa arca tersebut diamankan oleh juru kunci makam tersebut.


Jujur, kalau menurut pendapat saya. Makam tersebut bukan makam aulia ataupun makam anak saudara dari adipati aryo blitar. Mengapa?
a. Mengingat letaknya yang tak jauh dari sebuah patirtan diatas, jaraknya hanya sekitar 300 meteran.
b. Pernah ditemukan acra ganesha.
Saya menyimpulkan bahwa makam tersebut dulunya adalah sebuah punden berundak. Dengan corak agama hindu (ganesha). Dan dulunya patirtaan tersebut digunakan bersuci sebelum menuju beribadah ke punden berundak ini.
Tapi tidak apa - apa jika sekarang digunakan untuk bertawasul. Toh fungsi dan kegunaannya bagiku adalah sama.

3. Arca dewi

Bergerak menuju ke timur, dan kali ini saya blusuk sendiri dan diantarkan oleh seseorang yang sempat hadir dihati, akhirnya saya dapat mengetahui letak peninggalan era klasik lainnya. Karena arca tersebut berada di halaman om nya.
Terdapat arca tokoh wanita. Warga menyebutnya arca mbah dewi atau nyai dewi. Sayangnya arca tersebut sudah dibaluri dengan semen, sehingga sulit mengetahui arca apa. Keberadaan arca tersebut dapat dikaitkan dengan adanya Rapporten Oudheidkundig Onderzoek tahun 1908. Menurut berita penelitan belanda tersebut, bahwa di desa bangsri pernah diketemukan adanya arca Siwa dan Nandi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa daerah bangsri dulunya adalah sebuah tempat peribadatan.


4. Strukur bangunan candi



Melihat bentuk dan ukurannya batu bata diatas, dan dalam teori sebuah buku. Dapat disimpulkan bahwa sruktur candi diatas adalah peninggalan era majapahit.

5. Umpak dan miniatur candi





Nantikan perjalanan saya selanjutnya.
Cuption...





Sabtu, 21 September 2019

Situs plosorejo kademangan


Siang itu, saya bersama rendro dari d'traveler blitar, eko dari pokdarwis lawang wentar, lian dari bale alit damarwulan serta dhika rifki si pemblusuk handal bergegas menuju desa di sebelah barat kampung coklat kecamatan kademangan. Karena menurut info dari teman - teman komunitas di blitar maupun masyarakat sekitar. Sekitar tahun 2015 pernah ditemukan struktur mirip bangunan candi yang terdiri dari bata kuno yang identik tebal dan besar. Dan sekarang pun sebenarnya masih ada. Namun oleh penduduk setempat dan kaur desa tersebut tidak boleh di exspose. Karena di duga masih banyak benda yang terpendam, di takutkan penggalian liar dan merugikan bagi pihak pemilik tanah. Dan kami pun menerima sebuah keputusan tersebut.
Perjalanan selanjutnya kami lanjutkan ke situs lain di desa tersebut yang sudah tidak terpendam dan sudah terdaftar oleh pihak terkait.


Memang benar kata kaur desa tersebut. Bahwa tak jauh dari penemuan struktur bata kuno yang saya masukkan tadi, memang terdapat benda - beda cagar budaya lain. Diantaranya adalah


1. Empat buah lumpang yang menurut saya pribadi adalah lumpang yang digunakan untuk ritus pemujaan kesuburan. Mengingat fungsi lumpang bisa disamakan dengan yoni.
Dan karena letaknya sangat dekat dengan sungai brantas, saya simpulkan bahwa di masa lampau penduduk di daerah ini adalah penduduk maritim yang mungkin sebagian besar bermigrasi menjadi penduduk agraris yang memilih untuk bercocok tanam.


2. Adanya empat buah lumpang, sangat dimungkinkan pula jika memang ada kaitannya dengan adanya BATU ASAH yang digunakan untuk mengasah senjata tajam ataupun jenis logam tertentu. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa, senjata tajam adalah merupakan alat bantu untuk bercocok tanam.
Tapi jangan salah argumen ya. Saya tegaskan bahwa era klasik sudah mengenal logam. Contoh, adanya senjata, keris, tombak, pataka maupun bekal kubur. Malah pada era klasik, pemilihan bahan baku untuk membuat pusaka dan lain- lainnya sangatlah diperhitungkan guna pemanfaatan pusaka maupun senjata tajam tersebut. Dan proses pembuatannya pun juga rumayan lama dan sangatlah jeli. Guna kesakralan dan keampuhan benda - benda tersebut.



Selain lumpang dan batu asah, terdapat pula balok batu candi, dorphel, umpak, pipisan serta miniatur candi. Mengingat letaknya tak jauh dari struktur bangunan mirip yang diduga candi. Kemungkinan benda - benda tersebut tersebut dulunya adalah satu kesatuan yang berupa candi.




Dokumen foto lama.
Tak jauh dari komponen penyusun candi diatas, terdapat pula benda cagar budaya berbentuk lapik dengan hiasan padma (teratai).
Padmasana adalah pelinggih tersuci sebagai tempat atau stana Ida Sang Hyang Widhi. Padmasana merupakan simbol yang menggambarkan stana atau kedudukan Hyang Widhi Wasa.
Padmasana berasal dari kata ‘padma’ yang artinya teratai / tunjung, dan ‘asana’ yang berarti sikap dalam yoga atau sikap terbaik dalam memuja. Dalam Agama Hindu dan Budha bunga teratai merupakan simbol dari tempat duduk / berdirinya Dewa-dewa. Selain itu padmasana sebagai tuntunan bathin atau pusat konsentrasi.
Jika dilihat dari bentuknya yang persegi panjang serta cekungan  lubangnya yang besar dan dalam, lapik ini bukan merupakan lapik sebuah arca. Sangat dimungkin lapik ini adalah lapik dari sebuah Prasasti.
Karena tak jauh dari lokasi ini yaitu 500 meter ke arah barat, terdapat sebuah prasasti. Namun sudah beda desa, yaitu Desa Rejowinangun.






Kondisi prasasti Rejowinangun tampak polos tanpa tulisan karena telah aus . Prasasti ini hanya dapat dikenali dari bentuk batunya yang khas, serta lingkaran tempat lancana raja biasanya dibubuhkan. Yaitu era kerajaan kediri.
Saat ini kondisi Prasasti Rejowinangun yang terletak di halaman Masjid At-Ta’awun sangat memprihatinkan, yaitu kondisi tergeletak pasca pembangunan rehabilitasi masjid tersebut. Tidak seperti dulu yang dijadikan sebagai tugu peresmian masjid tersebut.
Teringat suatu ilmu dari beliau sang maha guru ialah mbah gun (Gunawan A Sambodo) tentang isi sebuah prasasti yaitu pada bagian sambandha. Sambandha adalah alasan kenapa daerah tersebut diberi tanah perdikan atau tanah sima.
1. Terdapat bangunan suci
2. Berjasa kepada raja
3. Penduduk sekitar sima memelihara hutan dan sawah
4. Dll...
Karena ada sebuah prasasti, komponen penyusun candi serta struktur candi, dapat sekali dimungkinkan antara Desa Plosorejo dan Desa Rejowinangun dulunya menjadi satu. Demikian perjalanan kami, nantikan perjalanan selanjutnya.

Cuption