Siang itu, saya bersama rendro dari d'traveler blitar, eko dari pokdarwis lawang wentar, lian dari bale alit damarwulan serta dhika rifki si pemblusuk handal bergegas menuju desa di sebelah barat kampung coklat kecamatan kademangan. Karena menurut info dari teman - teman komunitas di blitar maupun masyarakat sekitar. Sekitar tahun 2015 pernah ditemukan struktur mirip bangunan candi yang terdiri dari bata kuno yang identik tebal dan besar. Dan sekarang pun sebenarnya masih ada. Namun oleh penduduk setempat dan kaur desa tersebut tidak boleh di exspose. Karena di duga masih banyak benda yang terpendam, di takutkan penggalian liar dan merugikan bagi pihak pemilik tanah. Dan kami pun menerima sebuah keputusan tersebut.
Perjalanan selanjutnya kami lanjutkan ke situs lain di desa tersebut yang sudah tidak terpendam dan sudah terdaftar oleh pihak terkait.
Memang benar kata kaur desa tersebut. Bahwa tak jauh dari penemuan struktur bata kuno yang saya masukkan tadi, memang terdapat benda - beda cagar budaya lain. Diantaranya adalah
1. Empat buah lumpang yang menurut saya pribadi adalah lumpang yang digunakan untuk ritus pemujaan kesuburan. Mengingat fungsi lumpang bisa disamakan dengan yoni.
Dan karena letaknya sangat dekat dengan sungai brantas, saya simpulkan bahwa di masa lampau penduduk di daerah ini adalah penduduk maritim yang mungkin sebagian besar bermigrasi menjadi penduduk agraris yang memilih untuk bercocok tanam.
2. Adanya empat buah lumpang, sangat dimungkinkan pula jika memang ada kaitannya dengan adanya BATU ASAH yang digunakan untuk mengasah senjata tajam ataupun jenis logam tertentu. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa, senjata tajam adalah merupakan alat bantu untuk bercocok tanam.
Tapi jangan salah argumen ya. Saya tegaskan bahwa era klasik sudah mengenal logam. Contoh, adanya senjata, keris, tombak, pataka maupun bekal kubur. Malah pada era klasik, pemilihan bahan baku untuk membuat pusaka dan lain- lainnya sangatlah diperhitungkan guna pemanfaatan pusaka maupun senjata tajam tersebut. Dan proses pembuatannya pun juga rumayan lama dan sangatlah jeli. Guna kesakralan dan keampuhan benda - benda tersebut.
Selain lumpang dan batu asah, terdapat pula balok batu candi, dorphel, umpak, pipisan serta miniatur candi. Mengingat letaknya tak jauh dari struktur bangunan mirip yang diduga candi. Kemungkinan benda - benda tersebut tersebut dulunya adalah satu kesatuan yang berupa candi.
Dokumen foto lama.
Tak jauh dari komponen penyusun candi diatas, terdapat pula benda cagar budaya berbentuk lapik dengan hiasan padma (teratai).
Padmasana adalah pelinggih tersuci sebagai tempat atau stana Ida Sang Hyang Widhi. Padmasana merupakan simbol yang menggambarkan stana atau kedudukan Hyang Widhi Wasa.
Padmasana berasal dari kata ‘padma’ yang artinya teratai / tunjung, dan ‘asana’ yang berarti sikap dalam yoga atau sikap terbaik dalam memuja. Dalam Agama Hindu dan Budha bunga teratai merupakan simbol dari tempat duduk / berdirinya Dewa-dewa. Selain itu padmasana sebagai tuntunan bathin atau pusat konsentrasi.
Jika dilihat dari bentuknya yang persegi panjang serta cekungan lubangnya yang besar dan dalam, lapik ini bukan merupakan lapik sebuah arca. Sangat dimungkin lapik ini adalah lapik dari sebuah Prasasti.
Karena tak jauh dari lokasi ini yaitu 500 meter ke arah barat, terdapat sebuah prasasti. Namun sudah beda desa, yaitu Desa Rejowinangun.
Kondisi prasasti Rejowinangun tampak polos tanpa tulisan karena telah aus . Prasasti ini hanya dapat dikenali dari bentuk batunya yang khas, serta lingkaran tempat lancana raja biasanya dibubuhkan. Yaitu era kerajaan kediri.
Saat ini kondisi Prasasti Rejowinangun yang terletak di halaman Masjid At-Ta’awun sangat memprihatinkan, yaitu kondisi tergeletak pasca pembangunan rehabilitasi masjid tersebut. Tidak seperti dulu yang dijadikan sebagai tugu peresmian masjid tersebut.
Teringat suatu ilmu dari beliau sang maha guru ialah mbah gun (Gunawan A Sambodo) tentang isi sebuah prasasti yaitu pada bagian sambandha. Sambandha adalah alasan kenapa daerah tersebut diberi tanah perdikan atau tanah sima.
1. Terdapat bangunan suci
2. Berjasa kepada raja
3. Penduduk sekitar sima memelihara hutan dan sawah
4. Dll...
Karena ada sebuah prasasti, komponen penyusun candi serta struktur candi, dapat sekali dimungkinkan antara Desa Plosorejo dan Desa Rejowinangun dulunya menjadi satu. Demikian perjalanan kami, nantikan perjalanan selanjutnya.
Cuption
Tidak ada komentar:
Posting Komentar