Rabu, 11 Desember 2019

Situs bujel kota kediri


Terdapat selebaran balok batu berbentuk kotak dan batu bata kuno yang indentik sebagai penyusun sebuah bangunan era klasik di kelurahan bujel kota kediri.
Dan kini komponen - konponen diatas dialih fungsikan sebagai makam dan punden desa yang juga sangat disakralkan dan dijaga warga setempat.
Mblusuk kali ini saya bernostalgia bersama sahabat lama, dan beliau juga salah satu anggota pasak (salah satu komunitas sejarah dikediri) . Karena awal mula saya mempelajari dunia perwatuan, juga bersama dengan beliau di pendataan situs kira - kira 5-6 tahunan yang lalu. Ialah mas yudi atau kerap kali dipanggil dengan mas jeje.
Sebenarnya ada beberapa titik situs. Tapi gak tau kenapa kami memilih situs ini.


Desa Bujel dahulu banyak yang menyebutkan Brejel/dluwekan yang artinya suka guyon.
Dahulu, orang yang suka dluwekan berada di gang dua (kali guyangan). Karena awal mula bujel itu berasal dari orang yang suka guyon (Brejel/dluwekan), dahulu kala Desa Bujel merupakan daerah yang lingkungannya suka guyon (Brejel).


Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk, beribu ribu suku bangsa ada di dalamnya dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda.
Keanekaragaman kebudayaan di Indonesia merupakan kekayaan bangsa yang tidak ternilai, dimana kekayaan itu perlu dilestarikan dan dikembangkan namun tetap menjadi pemersatu bangsa sesuai dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.



Adapun beberapa tradisi yang masih dilestarikan oleh masyarakat Desa Bujel salah
satunya ialah nyekar atau bertawasul di makam ini, yang konon masih dipercaya oleh masyarakat dapat memberikan berkah dan keselamatan kepada orang yang sedang melaksanakan acara/hajatan seperti acara mantenan (nikahan) . Sehingga warga percaya sebelum mengadakan acara dirumah, maka mengadakan selametan di tempat makam ini.


Secara umum, pelajaran yang bisa kita petik dari tradisi diatas adalah :
1. Dengan selamatan di punden / makam,  kita bisa menghargai bahkan mengenang dan juga mendoakan para leluhur kita.
2. Secara tidak langsung mempunyai nilai moral yang sangat waw. Otomatis pihak yang mengadakan acara selamatan, mencerminkan sifat tidak kikir dan pelit. Karena dengan selamatan mereka bisa bershodaqoh melalui makanan kepada tamu yang diundang.
3. Menjalin tali silaturrahmi
4. Sebuah kerukunan dan gotong royong akan terlihat pada acara selamatan.


Kini, hal yang sangat disayangkan ialah kurangnya kesadaraan generasi muda terhadap pentingnya melestarikan adat istiadat desanya. Arus globalisasi menjadikan generasi
muda acuh terhadap budaya ketimuran. Doktrin terhadap agama yang dikit - dikit bilang bid'ah dan musrik. Gitu kok bilang NKRI harga mati.  Padahal ada semboyan bhineka tunggal ika.
Pesan saya pribadi sebagai penulis adalah jangan memasukkan budaya dan tradisi leluhur kita kedalam agamamu. Harus bisa melihat dari berbagai sudut pandang.


Cuption



Tidak ada komentar: